Penyemprotan Pestisida.
Dalam usaha budidaya pertanian,
tujuan dari aplikasi pestisida adalah untuk menjaga tanaman yang dibudidayakan
agar terhindar dari segala gangguan sehingga pertumbuhannya tetap optimal yang
pada akhirnya dapat memproduksi hasil panen yang maksimal. Gangguan tersebut datang
dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dapat berupa serangan hama dan
penyakit, adanya gulma, atau suatu kondisi tertentu yang tidak diharapkan (misalnya
: pertumbuhanny sangat lambat, lama tidak berbuah).
Kegagalan aplikasi pestisida bukan
berarti karena kualitas pestisida tersebut yang jelek, tapi bisa juga
disebabkan karena kesalahan teknis cara aplikasinya. Betapa pun ampuhnya suatu
pestisida, tidak akan berfungsi sama sekali jika cara penggunaanya salah.
Aerial Spraying
Namun sebenarnya penyemprotan
merupkan metode aplikasi pestisida yang tidak efisien karena dari seluruh
larutan pestisida yang disemprotkan ke bidang sasaran, sekitar 1% saja yang
benar-benar berfungsi meracuni target OPT. Sisanya akan tertinggal di permukaan
bidang sasaran (dalam banyak kasus adalah daun tanaman), dan sebagian lainnya
hilang ke lingkungan. Hal inilah yang menjadi dilema dalam penggunaan pestisida
kimia. Pestisida yang menempel di tanaman akan menimbulkan masalah residu yang
membahayakan bagi yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Sedangkan pestisida yang
hilang ke lingkungan akan mencemari lingkungan yang membahayakan bagi kehidupan
organisme selain OPT target. Setidaknya dengan teknik penyemprotan yang benar
dapat meminimalkan resiko bagi pengguna, konsumen, maupun lingkungan.
Ground Spraying
Dalam penyemprotan, larutan pestisida
(campuran pestisida dan air) dipecah oleh nozzle
(spuyer) menjadi butiran semprot yang selanjutnya didistribusikan ke bidang
sasaran penyemprotan. Metode penyemprotan juga dilakukan dengan cara pengabutan
(mist blowing) dengan menggunakan
alat pengabut (Mist Blower).
Penyemprotan dengan menggunakan Mist Blower
Pengendalian suatu jenis OPT secara
kimiawi dapat berhasil jika memenuhi syarat sebagai berikut :
1.
Pestisida tersebut cocok untuk OPT sasaran yang dimaksud
2. OPT sasaran masih peka
terhadap pestisida yang digunakan (OPT belum resisten)
3.
Pestisida diaplikasikan menurut teknik (waktu, takaran dan
cara) yang benar.
Dengan bahasa lain, supaya tercapai
tujuan aplikasi pestisida sesuai yang diharapkan, ada 4 hal yang harus
diperhatikan dalam penggunaan pestisida, yang lebih kenal dengan sebutan “4T”,
yaitu:
T-1 : Tepat Sasaran
T-2 : Tepat Waktu
T-3 : Tepat Dosis
T-4 : Tepat Metode Aplikasi
Ada satu T lagi yang menurut Penulis
juga penting sebagai pengguna produk pestisida adalah Tepat harga. Penggunaan
produk pestisida dalam usaha budidaya pertanian merupakan biaya produksi yang
harus ditekan supaya menguntungkan. Jadi, Pilih produk pestisida yang harganya
murah dan berkualitas.
TEPAT SASARAN
Sasaran aplikasi pestisida dapat
dibagi menjadi dua, yaitu : sasaran biologis ( target sasaran OPT) dan sasaran
fisik (raung atau bidang sasaran).
Salah satu kunci keberhasilan
pengendalian OPT secara kimiawi adalah mengenali sasaran biologisnya secara
spesifik. Itulah mengapa dianjurkan sebelum aplikasi pestisida, dilakukan
pengamatan lapangan untuk mengidentifikasi OPT yang ada. Jenis OPT yang berbeda
memerlukan jenis pestisida yang berbeda pula.
Kunci keberhasilan lainnya adalah
mengenali ruang/bidang sasaran aplikasinya yang merupakan ruang/bidang tempat OPT berada.
Dengan mengaplikasikan pestisida ke bidang sasaran, OPT diharapkan akan ter-expose/terpapar bahan aktif pestisida
dalam jumlah yang memadai untuk membunuhnya.
Sebagai contoh, insektisida racun perut bersifat sistemik disemprotkan
ke bidang sasaran yaitu pada daun tanaman (walaupun pada saat penyemprotan
tidak ada hama ulat), dengan harapan suatu saat hama akan datang dan memakan
daun yang sudah disemprot tersebut.
Bidang Sasaran Penyemprotan Pestisida
Bidang sasaran dalam aplikasi
pestisida di bidang pertanian adalah tanaman atau bagian tanaman dan tanah.
Khusus untuk kasus penyemprotan herbisida pasca-tumbuh, bidang sasarannya sama
dengan sasaran biologisnya, yaitu gulma yang sudah tumbuh. Sedangkan untuk
aplikasi herbisida pra-tumbuh (pengendalian biji-biji gulma),
insektisida/fungisida formulasi butiran, tanah merupakan bidang sasaranya.
Untuk kasus hama yang biasanya berada
di permukaan daun bagian bawah (seperti thrips, kutu daun), maka bidang
sasarannya adalah permukaan daun (khususnya permukaan bagian bawah). Sehingga
supaya hasilnya maksimal, teknik penyemprotannya harus benar, semprotan
diarahkan dari atas ke bawah dan sebaliknya dari bawah ke atas.
Jenis OPT yang dapat dikendalikan
oleh suatu pestisida dicantumkan pada label kemasan pestisida dan brosur yang
menyertainya. Namun pada prakteknya,
pada takaran sesuai dengan anjuran, mungkin OPT yang dimaksud kepekaanya sudah
berkurang terhadap pestisida tersebut. Maka penggunaan pestisida dengan takaran
normal tidak lagi efektif. Dan jika kekebalan (resistensi) pada OPT sudah
terjadi, pestisida tersebut sama sekali tidak efektif.
Umumnya suatu bahan aktif pestisida
yang sudah lama digunakan oleh kalangan petani di suatu daerah tertentu,
kepekaan OPT target sudah berkurang. Sehingga dalam aplikasinya, takaran
penggunaan pestisida tersebut ditingkatkan. Inilah yang jadi problem bagi
petani, penggunaan dengan takaran yang ditingkatkan akan meningkat pula biaya
produksi dalam usaha pertanianya. Problem lainnya jika suatu OPT sudah resisten
dan belum ditemukan alternatif lain untuk mengendalikan OPT tersebut.
Bisa terjadi jenis OPT tertentu di
suatu daerah sudah resisten terhadap suatu jenis pestisida, namun di daerah lain
tidak terjadi. Hal ini terkait dengan riwayat penggunaan pestisida tersebut di
kalangan petani. Pestisida yang relatif baru digunakan di suatu daerah,
biasanya masih efektif (efikasi-nya
masih tinggi) terhadap OPT target.
Hal yang perlu digarisbawahi adalah
jangan buru-buru mengambil kesimpulan terlalu dini bahwa suatu OPT sudah
resisten tehadap jenis pestisida tertentu. Karena penggunaan suatu pestisida
yang tidak efektif lagi untuk mengendalikan OPT target, bisa jadi bukan karena
OPT yang sudah resisten, tapi bisa jadi karena tata cara aplikasi pestisida
tersebut yang kurang tepat.
TEPAT WAKTU
Untuk menetapkan kapan waktu yang
tepat produk perlindungan tanaman akan diaplikasikan, kita harus mengetahui
karakteristik produk tersebut dan juga karakteristik OPT sasaran.
Untuk produk herbisida, waktu
aplikasinya dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan kondisi pertumbuhan OPT target
(gulma), yaitu :
1.
Pra-tumbuh (Pre-emergence):
diaplikasikan sebelum gulma tumbuh.
2. Pasca-tumbuh (post-emergence): diaplikasikan sesudah
gulma tumbuh
3.
Pasca-tumbuh awal (early
post-emergence) : diaplikasikan di awal pertumbuhan biji-biji gulma (gulma berdaun 3-4 helai)
Jika melihat karakteristik cara kerja herbisida, waktu aplikasinya dapat
digolongkan menjadi 2 berkaitan dengan tanaman budidaya, yaitu :
1.
Pra-tanam (pre-planting)
: sebelum tanaman budidaya ditanam, biasanya menggunakan herbisida
non-selektif.
2.
Pasca-tanam (post-planting):
aplikasi herbisida sesudah tanaman budidaya ditanam, menggunakan herbisida
bersifat selektif.
Herbisida Pasca-Tumbuh bersifat Non-Selektif
(Baca artikel : Pengendalian Gulma Daun Sempit di Lahan Padi)
Untuk produk pestisida jenis insektisida dan
fungisida, rentang waktu penggunaannya berdasarkan pada pertimbangan kondisi
serangan hama dan penyakitnya, kemudian dipilih produk dengan sifat dan cara
kerja yang sesuai untuk kondisi tersebut. Berdasarkan pada pertimbangan ini,
ada dua istilah untuk menjelaskan waktu penggunaan pestisida, yaitu :
1.
Preventif
Aplikasi preventif adalah aplikasi
insektisida dan fungisida sebelum ada serangan hama dan atau penyakit, dengan
tujuan untuk melindungi pertanaman dari kemungkinan serangan hama/penyakit.
Insektisida yang cocok digunakan adalah yang bersifat sistemik yang bisa
terserap oleh jaringan tanaman, sehingga jika suatu saat hama menyerang,
tanaman sudah terlindungi karena “mengandung racun” yang dapat mematikan hama. Aplikasi preventif fungisida berfungsi untuk
mencegah infeksi cendawan, fungisidanya disebut fungisida “protektan”yang
bersifat non-sistemik. Jika tanaman sudah terlanjur terinfeksi cendawan,
penggunaan fungisida protektan tidak efektif lagi. Maka konsekuensinya
penggunaan fungisida protektan harus secara berkala.
2.
Kuratif
Aplikasi kuratif dilakukan sesudah
ada serangan dengan maksud untuk
menghentikan serangan tersebut atau untuk menurunkan populasi hama. Insektisida
yang cocok digunakan adalah yang bersifat kontak non-sistemik dan
penyemprotannya harus langsung ke target OPT. Aplikasi kuratif fungisida
menggunakan fungisida yang bersifat sistemik.
Selain pertimbangan-pertimbangan
sebagaimana dijelaskan diatas yang berkaitan dengan perkembangan OPT dan jenis
pestisida, faktor cuaca juga harus menjadi perhatian kapan pestisida di
aplikasikan. Rekomendasi umum kapan
waktu yang tepat untuk penyemprotan dalam hubungannya dengan keadaan cuaca
adalah :
1.
Tidak melakukan penyemprotan saat hujan (atau menjelang akan
turun hujan)
2. Udara terlalu kering atau terlalu panas (karena pengguna akan
merasa tidak nyaman, dan mudah terjadi penguapan)
3. Angin terlalu kencang (dapat mencemari lingkungan dan
membahayakan keselamatan pengguna).
Jika tidak ada angin dan hujan, waktu
penyemprotan yang cukup ideal adalah pada pagi hari atau sore hari. Bila
kondisi memungkinkan, penyemprotan dilakukan pada malam hari dengan
pertimbangan untuk memaksimalkan daya efikasi insektisida kontak bersifat
non-sistemik, karena pada malam hari hama biasanya muncul keluar yang mana
kalau pada siang hari hama tersebut berada di tempat tersembunyi, contohnya
hama orong-orong/anjing tanah.
TEPAT DOSIS
Supaya penggunaan suatu pestisida
untuk mengendalikan jenis OPT tertentu hasilnya efektif, perlu dengan takaran
jumlah yang sesuai. Untuk produk herbisida, penentuan jumah takaran menggunakan sataun dosis yang
artinya jumlah pestisida yang digunakan untuk setiap satuan luas lahan (gram/Ha,Liter/Ha). Sedangkan produk insektisida dan fungisida biasanya
menggunakan takaran konsentrasi yang berarti banyaknya pestisida yang harus
dicampur ke dalam setiap liter air (ml/liter, gram/liter). Selain takaran
pestisida yang digunakan, hal lain yang harus diperhitungkan adalah volume
semprot, artinya banyaknya larutan pestisida yang digunakan untuk menyemprot setiap satuan luas
lahan.
Volume semprot disesuaikan dengan
jenis tanaman dan stadia pertumbuhan tanaman. Untuk penyemprotan insektisida
dan fungisida secara konvensional-dengan menggunakan sprayer punggung- pada
tanaman semusim, volume semprot yang dianjurkan antara 300-500 liter/ha. Volume
tangki sprayer yang dijual dipasaran adalah 14 dan 17 liter. Jadi untuk
menyemprot lahan seluas 1 ha jika menggunakan tangki sprayer 17 liter
diperlukan 18-30 kali penyemprotan. Volume semprot yang cukup supaya permukaan
bidang sasaran tertutup secara merata oleh butiran semprot dalam jumlah yang
memenuhi syarat. Tingkat penutupan ini dalam teknik aplikasi disebut coverage atau liputan. Jika tingkat
penutupan ini kurang maka masih ada bagian bidang sasaran yang belum
terlindungi yang bisa mengakibatkan usaha pengendalian serangan OPT kurang
berhasil maksimal.
Dosis atau konsentrasi sudah
ditentukan oleh produsen yang mencantumkannya pada label kemasan produk berupa
tabel petunjuk penggunaan. Takaran aplikasi umumnya diberikan dalam suatu
kisaran angka. Contohnya, dosis 0,5 – 1 ml/Liter. Dalam praktek di lapangan,
takaran aplikasi bisa disesuaikan menurut keadaan. Jika serangan OPT tidak
terlalu berat (tingkat populasi hama masih sedikit) gunakan takaran yang
rendah. Jika serangan OPT sudah cukup berat, gunakan takaran yang tinggi. Jika
OPT sudah berkurang kepekaanya terhadap pestisida tersebut (dengan kata lain
pestisida tersebut efikasi-nya
berkurang terhadap suatu OPT sesuai dengan takaran standar perusahaan),
seringkali diperlukan takaran yang lebih tinggi. Tapi perlu kehati-hatian dalam
menaikan takaran. Konsentrasi yang tinggi kemungkinan dapat menyebakan
fitotoksik terhadap daun tanaman.
Tabel Petunjuk Penggunaan Pada Label Kemasan Produk Pestisida
Untuk herbisida tanah, takaran
disesuaikan dengan tingkat populasi gulma dan tipe tanahnya. Tanah yang “berat”
atau kandungan liatnya tinggi, diperlukan takaran yang lebih tinggi untuk
mengompensasi bahan aktif yang mungkin terikat oleh koloid tanah. Demikian juga
untuk tanah yang sangat ringan, karena herbisida akan mudah tercuci ke bawah.
TEPAT METODE APLIKASI
Metode aplikasi pestisida ditentukan
juga oleh formulasi dari pestisida yang akan digunakan (Baca Artikel : Penjelasan Kode Formulasi Produk Pestisida). Selain dengan metode
aplikasi penyemprotan, untuk pestisida formulasi butiran (granule/G)
diaplikasikan dengan ditaburkan ke tanah. Pestisida yang ditaburkan ke tanah
diharapkan akan diserap oleh akar tanaman dan selanjutnya didistribusikan ke
seluruh bagian tanaman. Oleh karena itu, pestisida yang diformulasikan dalam
bentuk butiran harus pestisida yang bersifat sistemik akropetal.
Sistemik Akropetal
Aplikasi pestisida butiran merupakan
cara yang baik untuk melindungi benih yang baru ditanam pada lubang tanam dan
untuk melindungi tanaman yang masih muda dari gangguan OPT. Karena daun tanaman
yang masih muda masih rentan jika terkena semprotan larutan pestisida. Namun,
pestisida butiran-terutama yang bersifat tidak selektif-dapat merugikan biota
tanah yang bukan OPT seperti cacing tanah.
Dari segi keselamatan pengguna,
pestisida butiran tidak mudah meresap ke dalam tubuh (kecuali jika kulit dalam
keadaan basah). Untuk itu, saat menaburkan pestisida, pengguna sebaiknya
menggunakan sarung tangan.
Aplikasi pestisida butiran juga tidak
membutuhkan peralatan, tidak seperti metode aplikasi penyemprotan yang memerlukan
peralatan dari yang sederhana sampai yang canggih. Metode aplikasi yang benar
harus didukung dengan penggunaan peralatan tepat yang bekerja dengan baik.
Bila dalam aplikasi pestisida
menggunakan beberapa macam campuran pestisida, maka tata cara mencampur
pestisida juga harus tepat dan benar (Baca artikel : Tata Cara Yang Benar Mencampur Beberapa Macam Pestisida dalam Sekali Penyemprotan)
No comments:
Post a Comment
Bagaimana Pendapat Anda...??????